Kamis, 14 Mei 2009

Pendidikan Tinggi 2.1

Komersialisasi Pendidikan Tinggi

Perguruan tinggi merupakan suatu wadah yang digunakan untuk Research &
Development (R&D) serta arena penyemaian manusia baru untuk
menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian serta kompetensi
keilmuan sesuai bidangnya. Secara umum dunia pendidikan memang belum
pernah benar-benar menjadi wacana publik di Indonesia, dalam arti
dibicarakan secara luas oleh berbagai kalangan, baik yang bersentuhan
langsung maupun tidaklangsung dengan urusan pendidikan. Namun
demikian, bukan berarti bahwa permasalahan ini tidak pernah menjadi
perhatian.
Munculnya berbagai cara yang mengarah pada pelanggaran etika
akademik yang dilakukan Perguruan tinggi kita untuk memenangkan
persaingan, menunjukkan bahwa pendidikan kini cenderung dipakai sebagai
ajang bisnis. Pola promosi yang memberikan kemudahan dan iming-iming
hadiah merupakan suatu gambaran bahwa perguruan tinggi tersebut tidak
ada inovasi dalam hal kualitas pendidikan. Kecenderungan tersebut akan
menghancurkan dunia pendidikan, karena akhirnya masyarakat bukan kuliah
untuk meningkatkan kualitas diri, melainkan hanya mengejar hadiah &
gelar untuk prestise. Kondisi pendidikan tinggi saat ini cukup
memprihatinkan. Ada PTS yang mengabaikan proses pendidikan. Bahkan ada
PTS yang hanya menjadi mesin pencetak uang, bukan menghasilkan lulusan
yang berkualitas. Hal Ini yang membuat persaingan menjadi semakin tidak
sehat.
Produk lulusan perguruan tinggi yang proses pendidikannya
asal-asalan dan bahkan akal-akalan, juga cenderung menghalalkan segala
cara untuk merekrut calon mahasiswa sebanyak-banyaknya, dengan promosi
yang terkadang menjebak dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan.
Apakah ini gambaran pendidikan berkualitas ?. Semoga masyarakat dan
orang tua yang akan menyekolahkan putra putrinya tidak terjebak pada
kondisi tersebut dan lebih bijak dalam memilih perguruan tinggi,
sehingga putra-putrinya tidak terkesan asal kuliah.
Ditengah besarnya angka pengangguran di Indonesia yang telah
mencapai lebih dari 45 juta orang, langkah yang harus ditempuh adalah
mencari pendidikan yang baik dan bermutu yang dibutuhkan pasar. Bukan hanya murah
saja dan asal. Tidak dipungkiri lagi bahwa selama ini, dunia industri
kesulitan mencari tenaga kerja dengan keahlian tertentu untuk mengisi
kebutuhan pekerjaan. Bila membuka lowongan, yang melamar biasanya
banyak, namun hanya beberapa yang lulus seleksi.
Pasalnya jarang ada calon pegawai lulusan perguruan tinggi atau
sekolah, yang memiliki keahlian yang dibutuhkan, karena kebanyakan
berkemampuan rata-rata untuk semua bidang. Jarang ada yang menguasai
bidang-bidang yang spesifik. Hal ini tentunya menyulitkan pihak pencari
kerja, karena harus mendidik calon karyawan dulu sebelum mulai bekerja.
Sebagian besar perguruan tinggi atau sekolah mendidik tenaga ahli madya (tamatan D.III) tetapi keahliannya tidak spesifik.
Lebih parah lagi, bahkan ada PTS di Jakarta yang memainkan
range nilai untuk meluluskan mahasiswanya, karena mereka takut, ketika
selesai ujian akhir (UTS/UAS) banyak mahasiswanya yang tidak lulus
alias IP/IPK nasakom. Sehingga mereka lulus dengan angka pas-pasan yang
sebenarnya mahasiswa tersebut tidak lulus. Ini adalah cermin dari
proses PEMBODOHAN BANGSA bukan mencerdaskan BANGSA. Dalam hal
ini semua pihak harus melakukan introspeksi untuk bisa memberi
pelayanan pendidikan yang baik & berkualitas. Kopertis, harus
bersikap tegas menindak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang melanggar
dan mensosialisasikan aturan yang tak boleh dilanggar oleh PTS.
Pengelola perguruan tinggi juga harus menghentikan semua langkah yang
melanggar aturan. Kunci pengawasan itu ada secara bertahap di tangan
Ketua Program Studi, Direktur, Dekan, Rektor dan Ketua Yayasan.
Selain itu pula, apa yang menjadi barometer yang menunjukkan
eksistensi sebuah perguruan tinggi? Untuk saat ini opini publik dan
beberapa kalangan masyarakat bahwa eksistensi sebuah Perguruan Tinggi
dilihat dari kuantitas mahasiswanya bukan kualitasnnya. Nah ini jelas
sudah terlihat faktanya bahwa pendidikan di Indonesia hanya menjadi
komoditi bisnis semata.
Menatap masa depan berarti mempersiapkan generasi muda yang
memiliki kecintaan terhadap pembelajaran dan merupakan terapi kesehatan
jiwa bagi anak bangsa, harapan kami semoga komersialisasi pendidikan
tinggi tidak menjadi sebuah komoditi bisnis semata, akan tetapi menjadi
arena untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga
kita bisa mempersiapkan tenaga handal ditengah kompetisi global.
mulailah dari diri sendiri untuk berbuat sesuatu guna menciptakan
pendidikan kita bisa lebih baik dan berkualitas, karena ini akan
menyangkut masa depan anak-anak kita dan Juga Bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar