Kamis, 14 Mei 2009

Pendidikan Tinggi 2.2

Dampak Kapitalisasi Pendidikan Tinggi

Saat ini pendidikan tinggi sedang mengalami krisis sebab saat ini pendidikan tinggi sedang menjadi sasaran kapitalisasi. Kita lihat saja empat perguruan tinggi negeri tertua di Indonesia yaitu ITB, UI, UGM, dan IPB statusnya sudah berubah menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PTBHMN), yang berikutnya akan disusul pula oleh USU, UPI dan UNAIR. Kapitalisasinya terlihat dari ciri khas dari PTBHMN ini yang pengumpulan dan pengelolaan dana yang dilakukan secara mandiri oleh institusi pendidikan tersebut. Sehingga kita akan melihat perguruan tinggi akan menyerupai sebuah perusahaan yang mengurusi bisnis pendidikan.
Sasaran kapitalisasi ini ternyata tidak hanya perguruan negeri saja namun juga akan mengenai perguruan tinggi swasta yang saat ini masih berada dalam tanggung jawab pemerintah. Untuk memantapkan kemandirian institusi pendidikan tinggi, PTBHMN dan perguruan tinggi negeri lainnya akan menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Pendidikan Milik Negara PTBHMPN sedangkan perguruan tinggi swasta statusnya akan menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Pendidikan Milik Masyarakat (PTBHMPN). Untuk mempersiapkan semua itu, saat ini pemerintah sedang mempersiapkan sebuah Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU-BHP) yang rencananya akan disahkan sebagai UU pada tahun 2010.
Yang menarik untuk dicermati adalah bahwa proyek ini pendanaannya dibiayai melalui pinjaman World Bank yang merupakan salah satu instrumen kapitalisme global. Keterlibatan World Bank pada proyek ini bisa menjadi salah satu indikasi yang jelas bahwa memang pendidikan tinggi sedang menjadi sasaran kapitalisme global. Kapitalisme global dengan sistem ekonomi neoliberalnya, menurut Eko Prasetyo dalam buku Orang Miskin Dilarang Sekolah memiliki beberapa dogma utama yang di antaranya adalah privatisasi sektor publik. Privatisasi ini yang sering disebut sebagai otonomisasi kampus akan berdampak pada dua hal yaitu pendidikan tinggi bukan lagi milik public melainkan menjadi milik segelintir orang pada kelas social tertentu saja dan pendidikan akan selalu dinilai secara ekonomis dengan logika untung rugi.
Lebih jauh lagi ada beberapa dampak yang cukup berbahaya dari kapitalisasi pendidikan tinggi.
Pertama, komersialisasi pendidikan tinggi tidak dapat dihindari lagi. Banyak pihak yang menyatakan bahwa status BHMN bukanlah komersialisasi apalagi privatisasi. Hal ini salah, karena pada kenyataannya memang terjadi komersialisasi. Bagaimana tidak, pemerintah sudah tidak lagi bertanggung jawab akan dana pendidikan. Akibatnya aset-aset peguruan tinggi dijadikan ajang bisnis untuk mencari uang. Sebagai contoh IPB yang mendirikan Bogor Botani Square, Ekalokasari Plaza, dan pom bensin di wilayah kampus. Sebenarnya menjadikan kampus sebagai pusat bisnis sudah melanggar Tri Dharma Perguruan Tinggi. Namun anggap saja mengkonversi aset untuk menutupi kekurangan dana pendidikan dana sah-sah saja. Tetapi bagaimana nasib institusi pendidikan yang tidak punya aset. Alhasil biaya pendidikanlah yang akan dinaikkan.
Kedua, timbul kesenjangan dalam bidang pendidikan. Seperti yang dijelaskan di atas dampak dari komersialisasi pendidikan salah satunya adalah meningkatnya biaya pendidikan. Bila hal ini terjadi maka pendidikan tinggi akan menjadi milik selintir orang saja yang memiliki kelebihan uang. Oleh karena itu, bukanlah hal yang aneh bila parkiran kampus dipenuhi oleh mobil-mobil mahasiswanya. Ini menunjukkan kecenderungan bertambahnya mahasiswa yang kaya. Wajarlah timbul sinisme, orang miskin dilarang kuliah.
Ketiga, terjadinya pasar bebas pendidikan. Jika RUU BHP disahkan pendidikan akan menjadi komoditas. Standar suatu mata kuliah yang akan diajarkan didasarkan pada tingkat permintaan dan keinginan para pemodal. Kalau pemodal-pemodal tersebut adalah bangsa mungkin masih lebih baik karena mata kuliah tersebut mungkin masih akan berrelevansi dengan permasalahan bangsa ini. Namun jika para pemodal itu berasal dari pihak asing maka jangan harap para lulusan perguruan tinggi akan menyelesaikan permasalahan bangsa karena mereka dari awal telah diarahkan untuk menyelesakan persoalan bangsa lain.
Keempat, pendidikan tinggi tidak lagi independen. Seperti yang dijelaskan sebelumnya pendidikan kita akan akan diarahkan tergantung keinginan pemodal. Oleh karena itu, kurikulum yang telah ada akan terancam karena mudah diutak-atikkan sesuai keinginan para kapitalis. Yang paling dikhawatirkan dari infiltrasi kurikulum ini adalah para kapitalis akan dengan mudah memasukkan mata kuliah tertentu yang berisi ide-ide kapitalisme yang bertujuan untuk mencetak agen-agen kapitalis di Indonesia
Kelima, dilupakannya tri dharma perguruan tinggi. Apabila institusi pendidikan sudan berorientasi bisnis maka jalannya pendidikan tidak lagi menjadi prioritas utama. Yang akan menjadi focus kelak adalah untung dan rugi. Ini saja sudah melanggar Tri Dharma Perguruan Tinggi yang pertama yaitu pendidikan. Tri Dharma Perguruan Tinggi yang kedua yaitu pengabdian kepada masyarakat akan dilanggar juga karena pendidikan tinggi akan diarahkan untuk menyelesaikan masalah masalah perusahaan asing yang menjadi investor pada perguruan tinggi tersebut bukan permasalahan rakyat indonesia.
Akar masalah dari semua ini adalah berlepas dirinya pemerintah dari tanggung jawab dalam masalah pendidikan. Pemerintah tampaknya sudah tidak mau lagi direpotkan dengan masalah biaya pendidikan. Di samping itu, memang apabila kita runut kita akan menemuakan bahwa kapitalisasi pendidikan tinggi merupakan salah satu agenda kapitalisme global untuk memprivatisasi semua sektor publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar